“Kenapa
sih ingin jadi guru SD? Kenapa nggak jadi guru SMP atau SMA aja?” Pertanyaan
tersebut sering sekali menghampiri saya, tak perduli itu dari lingkungan tempat
saya tinggal, teman-teman sekolah, ataupun guru-guru saya. Ada yang memberikan
respon negatif dan positif, semua tergantung bagaimana orang tersebut
memandang. Sebenarnya, dahulu cita-cita saya bukanlah menjadi seorang guru,
melainkan menjadi seorang polwan. Namun semakin umur saya bertambah dan semakin
saya berfikir, impian tersebut sepertinya susah untuk saya raih karna berbagai
macam faktor, dan akhirnya saya mulai menginginkan menjadi seorang guru sejak
saya duduk dibangku kelas VIII SMP.
Mengapa
saya ingin menjadi seorang guru? Menurut saya waktu itu, menjadi seorang guru
adalah pekerjaan yang sangat mudah. Semua orang bisa melakukannya. Menjadi
seorang guru itu enak. Kerjanya cuma setengah hari. Gajinya besar. Disayang
oleh siswanya. Selain itu, menjadi seorang guru adalah suatu pekerjaan yang
mulia, karena kita bisa medapatkan pahala atas ilmu-ilmu yang diberikan kepada
siswa. Ya, itulah pandangan saya terhadap pekerjaan menjadi seorang guru pada
saat itu.
Menjadi seorang guru, sangat besar
sekali tanggung jawabnya, kata Dosen saya. Tidak hanya
mengajarkan mengenai pelajaran saja, tetapi seorang guru juga harus mengajarkan
sikap dan akhlak yang baik terhadap muridnya. Karena ada pepatah yang
mengatakan `guru kencing berdiri, siswa kecing berlari` apa yang di lakukan
oleh guru akan di ikuti oleh muridnya. `Guru adalah seseorang yang tau akan
segalanya` apa yang dikatakan oleh guru, akan dianggap benar oleh muridnya. Ya,
seperti yang saya rasakan saat menjadi seorang siswa SD. Saat itu, saya sedang
mengerjakan pr matematika dan di bantu oleh kedua orang tua saya, namun karna
cara yang diajarkan orang tua saya itu sedikit berbeda dengan yang diajarkan
guru saya saat disekolah, padahal hasilnya sama, saya tetap mengganggap bahwa
cara yang diajarkan orang tua saya itu salah, dan saya waktu itu berkata “kata
bu guru caranya gini”. Terlihat bagaimana berpengaruhnya kata-kata seorang guru
terhadap siswanya.
Saat
ini, saya sedang mengemban ilmu di universitas yang sangat terkenal di Banten,
yaitu Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Saya mengambil jurusan Pendidikan
Guru Sekolah Dasar, yang mana sebelumnya saya berfikir bahwa mata kuliah yang
ada di jurusan PGSD ini hanya seputar pelajaran untuk anak SD, namun ternyata
saya salah, ternyata mata kuliahnya sangat rumit dari apa yang saya bayangkan
sebelumnya.
Saat
ini, saya sudah sampai di semester V. Di semester ini saya mendapat tugas dari
salah satu mata kuliah untuk terjun langsung bagaimana rasanya mengajar anak SD
yang sebenar-benarnya, karena sebelumnya saya hanya melakukan praktik mengajar
hanya di kelas saja, dan yang menjadi muridnya adalah teman-teman saya sendiri.
Saya
terjun langsung mengajar siswa kelas 4.
Ketika saya sudah terjun langsung mengajar di sd, rasanya berbeda dengan
praktik mengajar yang sering dilakukan saya dan teman-teman saya di kelas.
Mengajar anak-anak yang hobby nya masih ingin bermain itu sangatlah tidak
mudah. Seorang guru harus pandai-pandai mengondisikan kelas, berbicara
menggunakan kata-kata yang mudah dipahami oleh siswa (hal ini sesuai dengan
teori perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Piage), menyisipkan sesuatu yang menarik agar siswanya tidak bosan,
dan tetap bisa fokus dalam pembelajaran. Selain itu juga, seorang guru harus
menyiapkan media pembelajaran agar siswa mudah memahami pembelajaran yang
disampaikan.
Selain
itu, perilaku anak sd yang sebenarnya berbeda dengan perilaku anak sd yang di
perankan oleh teman-teman saya (mahasiswa). Dimana perilaku anak sd yang
sebenarnya yang saya alami saat praktik mengajar, ada siswa yang tidak bisa
diam di bangkunya sendiri. Ia selalu berjalan kesana kemari dan mengganggu
temannya yang lain. Ada siswa yang
inginnya maju terus menjawab soal yang saya berikan, tidak mau
memberikan kesempatan kepada temannya yang lain, jika diminta untuk bergantian,
siswa tersebut ngambek, duduk di lantai depan
papan tulis dan tidak mau duduk di bangkunya. Ada juga siswa yang gampang
sekali menangis. Itu lah beberapa contoh perilaku murid yang saya alami saat terjun
langsung mengajar di sd.
Pada
proses mengajar selama kurang lebih 4 kali pertemuan, saya mulai sedikit
mengetahui bagaimana karater siswa sd. Salah satunya ialah anak sd itu senang
apabila namanya diingat oleh guru karena terlihat bagaimana respon mereka saat
saya secara bergantian menghampiri kelompoknya dan menanyakan nama mereka
setelah itu saya mengulanginya kembali walaupun terkadang saya masih suka
lupa-lupa ingat. Namun pada kenyataannya, terkadang ada saja guru belum hafal
semua nama siswanya dikarenakan jumlah siswa dalam satu kelas terlalu banyak,
dan biasanya seorang guru hanya hafal nama siswa tertentu yang biasanya
berpengaruh didalam kelas, misalkan seperti siswa yang paling pintar dan yang
paling tidak bisa diam.
Seorang
guru sd tidak bisa mengajar hanya dengan menggunakan buku saja, karna para
siswa sd dalam proses pembelajaran, tidak bisa jika sang guru hanya menjelaskan
sebuah materi tanpa ada bukti yang nyata, karna cara berfikir siswa sd masih
dalam tahap berfikir secara konkrit, sehingga seorang guru sangat dianjurkan
untuk membuat media pembelajaran. Ini lah yang saya rasakan saat praktik mengajar,
waktu itu saya mengajar mengenai pulau kalimantan, di buku tersebut terdapat
perbedaan antara pulau kalimantan yang masih banyak dengan hutan yang lebat dan
ada yang hutannya mulai gundul. Saya merasa sedikit kesulitan saat itu karna
masih banyak siswa yang sulit membedakan bagian-bagian yang masih lebat
hutannya dan yang mulai gundul, karena gambar yang terdapat di buku tidak
terlalu jelas, sehingga saya harus menjelaskan ulang kepada siswa. Dari hal itu
terlihat bahwa peran media pembelajaran sangat penting bagi siswa sd. Namun
beberapa kali saya temui dilapangan, masih banyak guru yang jarang sekali
membuat media pembelajaran dengan mengatakan bahwa tidak ada waktu untuk
membuat media pembelajaran. Disini saya tidak membenarkan pun tidak menyalahkan
mengapa seorang guru tidak sempat membuat media pembelajaran walaupun sang guru
tau bahwa media pembelajaran itu sangat penting. Karena dalam proses pembuatan
media pembelajaran membutuhkan waktu yang cukup banyak, mungkin para guru
tersebut tidak sempat membuat media pembelajaran karena banyak sekali pekerjaan
lain yang harus dilakukan terutama bagi seorang guru yang berperan juga sebagai
ibu rumah tangga.
Selain
media pembelajaran, apresiasi terhadap siswa sd sangat juga sangat penting.
Mengapa demikian? Karena apresiasi adalah motivasi para siswa untuk menjadi
lebih baik lagi. Apresiasi bisa dilakukan dengan cara memberikan bintang kepada
kelompok yang kompak dalam mengerjakan sesuatu, bisa juga dengan memberikan
tepuk tangan terhadap siswa yang berani tampil di depan kelas, atau bisa juga
dengan mengatakan “anak pintar”, “hebat yaa”, “waah bagus sekali” kata-kata
tersebut walaupun sederhana namun dapat membuat para siswa menjadi senang dan
menjadi merasa di hargai, karena memberikan apresiasi terhadap siswa tidak
melulu dengan nilai (angka). Seperti yang saya rasakan saat praktik mengajar,
saya hanya memberikan bintang terhadap anak yang dapat mengerjakan tugasnya
dengan cepat dan benar, tidak disangka hal tersebut malah membuat mereka
semakin bersemangat bahkan meminta untuk di berikan tugas lagi.
Nah,
beribacara masalah nilai biasanya berhubungan dengan sesuatu yang dikerjakan
oleh siswa, contohnya mengerjakan sebuah soal. Dalam membuat sebuah soal
seorang guru tidak bisa seenaknya karena membuat soal harus ditentukan taraf
kesukarannya, hal ini dilakukan agar soal yang dibuat oleh guru dapat
membedakan antara siswa yang paham dengan materi yang sudah diajarkan dengan
siswa yang masih belum paham. Maka, apabila dalam membuat soal banyak
pertanyaan yang terlalu mudah, guru akan kesulitan membedakan anak yang paham
dan yang belum paham, begitupun apabila soal yang dibuat terlalu sulit.
Sehingga dengan membuat soal saja seorang guru tidak bisa seenaknya, begitupun
dengan memberikan nilai kepada siswa, semua ada ketentuan atau rumusan-rumusan
yang harus dibuat terlebih dahulu. Seperti contohnya menilai hasil ulangan
siswa atau mengisi nilai rapot.
Mengapa
saya mengatakan hal seperti diatas? Karena pada saat saya praktik mengajar hari
pertama, saya memberikan apresiasi kepada siswa dengan memberikan nilai dalam
bentuk angka dan terjadi sedikit kesalahan. Ada salah satu siswa yang tidak
terima karena berbeda nilai dengan temannya, padahal mereka sama-sama ada dua
bagian yang salah. Dari hal tersebut saya sadar betapa pentingnya membuat
ketentuan atau rumusan dalam menilai hasil pekerjaan siswa.
Menjadi
seorang guru adalah suatu pekerjaan, dimana biasanya setiap pekerjaan akan
selalu bersinggungan dengan pendapatan yang biasa orang awam sebut “gaji”.
Setelah saya selesai melaksanakan praktik mengajar di salah satu Sekolah Dasar,
saya berkumpul dengan guru-guru dikantor yang pada saat itu para guru baru saja
mendapatkan gaji. Saya kaget, ternayata seorang guru honorer pendapatannya
lebih kecil dari seorang pegawai pabrik, namun para guru tetap merasa bersyukur dengan pendapatan
yang mereka peroleh. Disinilah saya melihat betapa rasa ikhlas yang dimiliki
oleh guru sangat besar walaupun jika dipikir secara realistis, pendapatan
tersebut tidak dapat mencukupi kebutuhan selama satu bulan.
Dari
pengalaman mengajar yang sudah saya lakukan, saya jadi ingat ada salah satu
Dosen saya yang pernah mengatakan “mengajar adalah kebahagiaan” ternayata
memang benar, saya jadi tau bagaimana rasanya menjadi seorang guru, bagaimana
rasanya disaat para siswa menyapa dengan sebutan “bu guru” sembari mencium
tangan saya, bagaimana rasanya disayang dan di rindukan oleh siswa walaupun
dibalik itu semua saya pun tau bahwa menjadi seorang guru sd itu tidak gampang,
banyak sekali tantangannya. Karena menjadi guru sd bukan hanya sekedar mengajar
dan pulang siang, tetapi menjadi guru sd harus bisa menjadi guru yang
menyenangkan, harus dapat membuat siswanya bersemangat, harus dapat
mengondisikan kelas, harus dapat menyisihkan waktu untuk membuat media
pembelajaran yang unik yang dapat membuat anak fokus pada pembelajaran, harus
dapat menentukan teknik dalam menilai dan yang paling terpenting itu menjadi
guru harus memiliki kesabaran dan keikhlasan dalam mengahadapi karakter siswa
yang berbeda-beda, serta tanggung jawab yang besar bagaimana masa depan siswa
nantinya. Karena menjadi seorang guru sd ialah guru yang mengajari siswa yang
masih dalam tahap emas, dimana siswa dapat dengan mudah mengingat apa yang
dikatakan oleh guru, jika yang dikatakan oleh guru itu salah, maka akan sulit
sekali meluruskannya, contoh kecilnya adik saya, ia mengatakan bahwa paus
adalah ikan, padahal sebenarnya paus bukan ikan melainkan seekor mamalia. Saat
saya berusaha meluruskan, ia malah berkata kepada saya “orang bu guru bilangnya
ikan” seperti saya sebelumnya yang pernah mengatakan “kata bu guru caranya
gini”. Jadi, masih mau bilang jadi guru itu gampang??
0 komentar:
Posting Komentar