Berfilsafat termasuk dalam berfikir namun berfilsafat tidak identik dengan
berfikir. Sehingga, tidak semua orang yang berfikir itu mesti berfilsafat, dan
bisa dipastikan bahwa semua orang yang berfilsafat itu pasti berfikir.
Seorang siswa yang berfikir bagaimana agar bisa lulus dalam Ujian Akhir
Nasional, maka siswa ini tidaklah sedang berfilsafat atau berfikir secara
kefilsafatan melainkan berfikir biasa yang jawabannya tidak memerlukan
pemikiran yang mendalam dan menyeluruh. Oleh karena itu ada beberapa ciri
berfikir secara kefilsafatan.
1. Berfikir secara radikal. Artinya berfikir sampai ke akar-akarnya.
Radikal berasal dari kata Yunani radix yang berarti akar. Maksud dari berfikir
sampai ke akar-akarnya adalah berfikir sampai pada hakikat, esensi atau sampai
pada substansi yang dipikirkan. Manusia yang berfilsafat dengan akalnya
berusaha untuk dapat menangkap pengetahuan hakiki, yaitu pengetahuan yang
mendasari segala pengetahuan indrawi.
2. Berfikir secara universal atau umum. Berfikir secara umum adalah
berfikir tentang hal-hal serta suatu proses yang bersifat umum. Jalan yang
dituju oleh seorang filsuf adalah keumuman yang diperoleh dari hal-hal yang
bersifat khusus yang ada dalam kenyataan.
3. Berfikir secara konseptual. Yaitu mengenai hasil generalisasi dan
abstraksi dari pengalaman tentang hal-hal serta proses-proses individual.
Berfikir secara kefilsafatan tidak bersangkutan dengan pemikiran terhadap
perbuatan-perbuatanbebas yang dilakukan oleh orang-orang tertentu sebagaimana
yang biasa dipelajari oleh seorang psikolog, melainkan bersangkutan dengan
pemikiran “apakah kebebasan itu”?
4. Berfikir secara koheren dan konsisten. Artinya, berfikir sesuai dengan
kaidah-kaidah berfikir dan tidak mengandung kontradiksi atau dapat pula
diartikan dengan berfikir secara runtut.
5. Berfikir secara sistematik. Dalam mengemukakan jawaban terhadap suatu
masalah, para filsuf memakai pendapat-pendapat sebagai wujud dari proses
befilsafat. Pendapat-pendapat itu harus saling berhubungan secara teratur dan
terkandung maksud dan tujuan tertentu.
6. Berfikir secara komprehensif (menyeluruh). Berfikir secara filsafat
berusaha untuk menjelaskan alam semesta secara keseluruhan.
7. Berfikir secara bebas. Bebas dari prasangka-prasangka sosial, historis,
kultural ataupun religius. Berfikir dengan bebas itu bukan berarti sembarangan,
sesuka hati, atau anarkhi, sebaliknya bahwa berfikir bebas adalah berfikir
secara terikat . akan tetapi ikatan itu berasal dari dalam, dari kaidah-kaidah,
dari disiplin fikiran itu sendiri. Dengan demikian pikiran dari luar sangat
bebas, namun dari dalam sangatlah terikat.
8. Berfikir atau pemikiran yang bertanggungjawab. Pertanggungjawaban yang
pertama adalah terhadap hati nuraninya sendiri. Seorang filsuf seolah-olah
mendapat panggilan untuk membiarkan pikirannya menjelajahi kenyataan. Namun,
fase berikutnya adalah bagaimana ia merumuskan pikiran-pikirannya itu agar
dapat dikomunikasikan pada orang lain serta dipertanggungjawabkan.
0 komentar:
Posting Komentar