Prinsip-prinsip belajar yang relatif berlaku umum
berkaitan dengan perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan
langsung/berpengalaman, pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan, serta
perbedaan individual. Menurut Rusman (2015) Prinsip Belajar
yaitu;
Perhatian dan motivasi
Perhatian mempunyai
peranan penting dalam kegiatan belajar. Perhatian terhadap pelajaran akan
timbul pada siswa apabila bahan pelajaran itu dirasakan sebagai sesuatu yang
dibutuhkan, diperlukan untuk belajar lebih lanjut atau diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari, akan membangkitkan motivasi untuk mempelajarinya.
Motivasi adalah tenaga yang digunakan untuk menggerakkan dan mengarahkan
aktivitas seseorang. Menurut H.L. Petri, “motivation is the concept we use when
we describe the force action on or within an organism to initiate and direct
behavior”. Motivasi data merupakan tujuan pembelajaran. Sebagai alat, motivasi
merupakan salah satu faktor seperti halnya intelegensi dan hasil belajar
sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan belajar siswa dalam bidang
pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan.
Motivasi erat
kaitannya dengan minat.siswa yang memiliki minat terhadap sesuatu bidang studi
tertentu cenderung tertarik perhatiannya dan dengan demikian timbul motivasinya
untuk mempelajari bidang studi tersebut. Motivasi juga dipengaruhi oleh
nilai-nilai yang di anggap penting dalam kehidupan. Nilai-nilai tersebut
mengubah tingkah laku dan motivasinya.Motivasi dapat bersifat internal, artinya
datang dari dirinya sendiri, dapat juga bersifat eksternal yakni datang dari
orang lain. Motivasi dibedakan menjadi dua:
a) Motif
intrinsik.
Motif intrinsik adalah tenaga pendorong
yang sesuai dengan perbuatan yang dilakukan. Sebagai contoh, seorang siswa
dengan sungguh-sungguh mempelajari mata pelajaran di sekolah karena ingin
memiliki pengetahuan yang dipelajarinya.
b) Motif
ekstrinsik.
Motif ekstrinsik adalah tenaga pendorong
yang ada diluar perbuatan yang dilakukannya tetapi menjadi penyerta. Contohnya
siswa belajar dengan sungguh-sungguh bukan dikarenakan ingin memiliki
pengetahuan yang dipelajarinya tetapi didorong oleh keinginan naik kelas atau
mendapatkan ijazah. Keinginan naik kelas atau mendapatkan ijazah adalah
penyerta dari keberhasilan belajar.
Motif ekstrinsik dapat berubah menjadi
motif intrinsik yang disebut “transformasi motif”. Sebagai contoh, seseorang
belajar di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) karena menuruti
keinginan orang tuanya yang menginginkan anaknya menjadi seorang guru.
Mula-mula motifnya adalah ekstrinsik, yaitu untuk menyenangkan hati orang
tuanya,tetapi setelah belajar beberapa lama di LPTK ia menyenangi
pelajaran-pelajaran yang digelutinya dan senang belajar untuk menjadi guru.
Jadi motif pada siswa itu semula ekstrinsik menjadi intrinsik.
Keaktifan
Belajar tidak dapat
dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain.
Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak aktif mengalaminya sendiri. John
Dewey mengemukakan bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan
siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang sendiri.Guru sekedar
pembimbing dan pengarah.Menurut teori kognitif, belajar menunjukkan
adanya jiwa yang sangat aktif, jiwa mengolah informasi, tidak sekedar
menyimpannya saja tanpa mengadakan transformasi. Menurut teori ini anak
memiliki sifat aktif, konstruktif dan mampu merencanakan sesuatu. Dalam proses
balajar mengajar anak mampu mengidantifikasi, merumuskan masalah, mencari dan
menemukan fakta, menganalisis, menafsirkan dan menarik kesimpulan.
Dalam setiap proses
belajar siswa selalu menampakkan keaktifan. Keaktifan itu dapat berupa kegiatan
fisik dan kegiatan psikis. Kegiatan fisik bisa berupa membaca, mendengar,
menulis, berlatih keterampilan-keterampilan, dan sebagainya. Sedangkan kegiatan
psikis misalnya menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan
masalah yang dihadapi, membandingkan satu konsep dengan yang lain, menyimpulkan
hasil percobaan dan kegiatan psikis yang lain.
Keterlibatan
langsung/berpengalaman
Menurut Edgar Dale,
dalam penggolongan pengalaman belajar yang dituangkan dalam kerucut
pengalamannya, mengemukakan bahwa belajar yang paling baik adalah belajar dari
pengalaman langsung. Belajar secara langsung dalam hal ini tidak sekedar
mengamati secara langsung melainkan harus menghayati, terlibat langsung dalam
perbuatan, dan bertanggung jawab terhadap hasilnya. Belajar harus dilakukan
siswa secara aktif, baik individual maupun kelompok dengan cara memecahkan
masalah (problem solving). Guru bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator.
Keterlibatan siswa di dalam belajar tidak hanya keterlibatan fisik semata,
tetapi juga keterlibatan emosional, keterlibatan dengan kegiatan kognitif dalam
pencapaian perolehan pengetahuan, dalam penghayatan dan internalisasi
nilai-nilai dalam pembentukan sikap dan nilai, dan juga pada saat mengadakan
latihan-latihan dalam pembentukan keterampilan.
Pengulangan
Menurut teori
psikologi daya, belajar adalah melatih daya-daya yang ada pada manusia yang
terdiri atas mengamat, menanggap, mengingat, mengkhayal, merasakan, berpikir,
dan sebagainya. Dengan mengadakan pengulangan maka daya-daya tersebut akan
berkembang. Berangkat dari salah satu hukum belajarnya “law of exercise”,
Thorndike mengemukakan bahwa belajar ialah pembentukan hubungan antara stimulus
dan respons, dan pengulangan terhadap pengamatan-pengamatan itu memperbesar
peluang timbulnya respons benar.
Pada teori psikologi
Conditioning, respons akan timbul bukan karena oleh stimulus saja tetapi oleh
stimulus yang di kondisikan, misalnya siswa berbaris masuk ke kelas, mobil
berhenti pada saat lampu merah.Ketiga teori tersebut menekankan pentingnya
prinsip pengulangan dalam belajar walaupun dengan tujuan yang berbeda. Walaupun
kita tidak dapat menerima bahwa belajar adalah pengulangan seperti yang
dikemukakan ketiga teori tersebut, karena tidak dapat dipakai untuk menerangkan
semua bentuk belajar, namun prinsip pengulangan masih relevan sebagai dasar
pembelajaran.
Tantangan
Teori Medan (Field
Theory) dari Kurt Lewin mengemukakan bahwa siswa dalam situasi belajar berada
dalam suatu medan atau lapangan psikologis. Dalam situasi siswa menghadapi
suatu tujuan yang ingin dicapai, tetapi selalu terdapat hambatan yaitu
mempelajari bahan belajar, maka timbullah motif untuk mengatasi hambatan itu
yaitu dengan mempelajari bahan belajar tersebut.Tantangan yang dihadapi dalam
bahan belajar membuat siswa bergairah untuk mengatasinya. Bahan belajar yang
baru, yang banyak mengandung masalah yang perlu dipecahkan membuat siswa
tertantang untuk mempelajarinya.
Penggunaan metode
eksperimen, inkuiri, diskoveri juga memberikan tantangan bagi siswa untuk
belajar secara lebih giat dan sungguh-sungguh. Penguatan positif maupun negatif
juga akan menantang siswa dan menimbulkan motif untuk memperoleh ganjaran atau
terhindar dari hukum yang tidak menyenangkan.
Balikan dan penguatan
Prinsip belajar yang
berkaitan dengan balikan dan penguatan terutama ditekankan oleh teori belajar
Operant Conditioning dari B.F. Skinner. Kalau pada teori conditioning yang
diberi kondisi adalah stimulusnya, maka pada operant conditioning yang
diperkuat adalah responnya. Kunci dari teori belajar ini adalah law of
effectnya Thorndike.Siswa belajar sungguh-sungguh dan mendapatkan nilai yang
baik dalam ulangan. Nilai yang baik itu mendorong anak untuk belajar lebih giat
lagi. Nilai yang baik dapat merupakan operant conditioning atau penguatan
positif. Sebaliknya, anak yang mendapat nilai yang jelek pada waktu ulangan akan
merasa takut tidak naik kelas. Hal ini juga bisa mendorong anak untuk belajar
lebih giat. Inilah yang disebut penguatan negatif atau escape conditioning.
Format sajian berupa tanya jawab, diskusi, eksperimen, metode penemuan dan
sebagainya merupakan cara belajar-mengajar yang memungkinkan terjadinya balikan
dan penguatan.
Perbedaan individu
Siswa merupakan
individual yang unik, artinya tidak ada dua orang siswa yang sama persis, tiap
siswa memiliki perbedaan satu dengan yang lainnya. Perbedaan belajar ini
berpengaruh pada cara dan hasil belajar siswa. Sistem pendidikan klasikal yang
dilakukan di sekolah kita kurang memperhatikan masalah perbedaan individual,
umumnya pelaksanaan pembelajaran di kelas dengan melihat siswa sebagai individu
dengan kemampuan rata-rata, kebiasaan yang kurang lebih sama, demikian pula
dengan pengetahuannya. Pembelajaran klasikal yang mengabaikan perbedaan
individual dapat diperbaiki dengan beberapa cara, misalnya:
Penggunaan metode atau strategi belajar-mengajar yang bervariasi
Penggunaan metode
instruksional
Memberikan tambahan
pelajaran atau pengayaan pelajaran bagi siswa pandai dan memberikan bimbingan
belajar bagi anak-anak yang kurang
Dalam memberikan
tugas, hendaknya disesuaikan dengan minat dan kemampuan siswa
0 komentar:
Posting Komentar