Pada abad ke-17, Pascal
pernah mencatat: karena umat manusia tidak berhasil mengatasi kematian,
kesengsaraandan ketidaktahuan, mereka memutuskan untuk tidak memikirkannya.
Kalau kita memandang sejarah dan perkembangannya, “ffilsafat” kiranya dapat
digolongkan sebagai pemikiran yanng tak bisa lepas dari kematian. Kematian
senantiasa merupakan perosalan yang mendalam
dan fundamental bagi filsuf (G.G Ritcher).
Apakah ada sesuatu
dibalik atau diseberang kematian? Itulah pertanyaan yang tetap muncul dalam
hati manusia dan yang diberi bermacam
jawaban, pada saat kematian orang yang dicintai atau kalau seseorang dihadapkan sendiri dengan kematiannya. Dalam semua kebudayaan di dunia
Barat yag maju, kematian tidak pernah dianggap sebagai sebuah kehancuran atau akhir mutlak; sebaliknya kematian
berarti “perubahan hidup”, semacam tahap berkelanjutan keberadaan diri. Namun, ketika kita mengira, “semua selesai” dengan
kematian, maka hilangnya seseorang yang dicintai, sikap pesimis hidup, faktor
dari luar diri manusia dan membiarkan diri tidak berjuang lagi untuk hidup bisa
mempercepat datangnya kematian bagi yang bersangkutan. Mereka ini menginggalkan
perjuangan untuk hidup, untuk hidup yang kekal.
0 komentar:
Posting Komentar