Jumat, 30 Desember 2016

FILOSOFI RENDANG



Rendang berasal dari Sumatera, khususnya Minangkabau. Menurut masyarakat Minang, rendang ada sejak zaman dahulu. Masakan khas Padang ini merupakan masakan tradisi yang biasa dihidangkan dalam berbagai acara adat dan hidangan keseharian masyarakat Minang.
Konon kehadiran rendang tak lepas dari pengaruh dari negara-negara yang pernah singgah di Padang, seperti India. Hal ini terlihat dari ciri khas pembuatan rendang yang mirip dengan masakan-masakan di India.


Empat Filosofi Yang Wajib Dipertahankan
Rendang mengandung bumbu rempah yang kaya. Bahan utama rendang tentu saja potongan daging, santan kelapa, dan bumbu khas lain yang dihaluskan, seperti cabai, serai, lengkuas, kunyit, jahe, bawang putih, bawang merah, dan bumbu lain yang biasa disebut pemasak.
Dalam sekali memasak rendang asli Padang, pembuatannya memerlukan waktu dan kesabaran. Sekitar empat jam atau bahkan lebih, daging, bumbu, dan santan dimasak. Potongan daging dimasak dalam panas api yang tepat dan diaduk-aduk pelan-pelan hingga santan dan bumbu menyatu. Begitu masakan mendidih, kemudian api dikecilkan dan dilanjutkan mengaduk hingga santan mengering dan menjadi rendang yang siap dihidangkan.
Dari pembuatan yang membutuhkan waktu cukup lama dan ketelatenan dalam memasaknya, rendang sudah memiliki filosofi sendiri, yakni mengajarkan kesabaran bagi pembuatnya. Selain hal itu, ada beberapa filosofi lain di balik makanan yang mempunyai filosofi terhormat di budaya Minangkabau ini.
Filosofi rendang adalah musyawarah dan mufakat. Filosofi itu berasal dari empat bahan pokok pembutannya yang melambangkan keutuhan masyarakatan Minang. Empat filosofi itu adalah:

1. Dagiang (daging sapi)
Dalam adat istiadat Minangkabau, daging adalah lambang “Niniak Mamak”. Niniak Mamak merupakan pemimpin suku adat yang terdiri dari datuak-datuak kepala suku atau penghulu suku. Niniak Mamak adalah tempat bertanya dan pembuat keputusan-keputusan utama di dalam adat Minangkabau. Hal itu sama seperti daging yang merupakan unsur utama dan paling penting dalam rendang.

2. Karambia (kelapa)
Kelapa merupakan lambang dari “Candiak Pandai” atau kaum intelektual atau kumpulan orang-orang pandai di Minangkabau. Biasa disebut cerdik cendikia, mereka memiliki kecerdasan intelegensi, kecerdasan emosi, dan kecerdasan spiritual. Sehingga mereka mampu memeriksa dan menentukan standar kelayakan setiap kebijakan mengenai pewarisan, pelaksanaan, dan pemecahan masalah syara’ dan adat yang sudah dilaksanakan anak kamanakan (masyarakat adat).

3. Lado (cabai)
Cabai dalam masyarakat Minang adalah lambang dari alim ulama yang sangat tegas mengajarkan tata aturan agama. Alim ulama mempunyai peran dan sangat dibutuhkan dalam kelangsungan hidup beragama masyarakat Minang untuk membina dan membimbing masyarakat dalam meningkatkan pengetahuan dan ketakwaan kepada Allah SWT.

4. Pemasak (bumbu)
Bumbu adalah lambang dari seluruh masyarakat Minangkabau. Oleh sebab itu, masyarakat berfungsi menjalankan dan mempraktikkan aturan adat yang telah dibuat dan disepakati bersama oleh pemimpin-pemimpin adat. (ETS)

0 komentar:

Posting Komentar

 

Mifta Erls Template by Ipietoon Cute Blog Design