Rendang
berasal dari Sumatera, khususnya Minangkabau. Menurut masyarakat Minang,
rendang ada sejak zaman dahulu. Masakan khas Padang ini merupakan masakan
tradisi yang biasa dihidangkan dalam berbagai acara adat dan hidangan
keseharian masyarakat Minang.
Konon
kehadiran rendang tak lepas dari pengaruh dari negara-negara yang pernah
singgah di Padang, seperti India. Hal ini terlihat dari ciri khas pembuatan
rendang yang mirip dengan masakan-masakan di India.
Empat Filosofi Yang Wajib Dipertahankan
Rendang
mengandung bumbu rempah yang kaya. Bahan utama rendang tentu saja potongan
daging, santan kelapa, dan bumbu khas lain yang dihaluskan, seperti cabai,
serai, lengkuas, kunyit, jahe, bawang putih, bawang merah, dan bumbu lain yang
biasa disebut pemasak.
Dalam
sekali memasak rendang asli Padang, pembuatannya memerlukan waktu dan
kesabaran. Sekitar empat jam atau bahkan lebih, daging, bumbu, dan santan
dimasak. Potongan daging dimasak dalam panas api yang tepat dan diaduk-aduk
pelan-pelan hingga santan dan bumbu menyatu. Begitu masakan mendidih, kemudian
api dikecilkan dan dilanjutkan mengaduk hingga santan mengering dan menjadi
rendang yang siap dihidangkan.
Dari
pembuatan yang membutuhkan waktu cukup lama dan ketelatenan dalam memasaknya,
rendang sudah memiliki filosofi sendiri, yakni mengajarkan kesabaran bagi
pembuatnya. Selain hal itu, ada beberapa filosofi lain di balik makanan yang
mempunyai filosofi terhormat di budaya Minangkabau ini.
Filosofi
rendang adalah musyawarah dan mufakat. Filosofi itu berasal dari empat bahan
pokok pembutannya yang melambangkan keutuhan masyarakatan Minang. Empat
filosofi itu adalah:
1.
Dagiang (daging sapi)
Dalam
adat istiadat Minangkabau, daging adalah lambang “Niniak Mamak”. Niniak Mamak
merupakan pemimpin suku adat yang terdiri dari datuak-datuak kepala suku atau
penghulu suku. Niniak Mamak adalah tempat bertanya dan pembuat
keputusan-keputusan utama di dalam adat Minangkabau. Hal itu sama seperti
daging yang merupakan unsur utama dan paling penting dalam rendang.
2.
Karambia (kelapa)
Kelapa
merupakan lambang dari “Candiak Pandai” atau kaum intelektual atau kumpulan
orang-orang pandai di Minangkabau. Biasa disebut cerdik cendikia, mereka
memiliki kecerdasan intelegensi, kecerdasan emosi, dan kecerdasan spiritual.
Sehingga mereka mampu memeriksa dan menentukan standar kelayakan setiap
kebijakan mengenai pewarisan, pelaksanaan, dan pemecahan masalah syara’ dan
adat yang sudah dilaksanakan anak kamanakan (masyarakat adat).
3.
Lado (cabai)
Cabai
dalam masyarakat Minang adalah lambang dari alim ulama yang sangat tegas
mengajarkan tata aturan agama. Alim ulama mempunyai peran dan sangat dibutuhkan
dalam kelangsungan hidup beragama masyarakat Minang untuk membina dan
membimbing masyarakat dalam meningkatkan pengetahuan dan ketakwaan kepada Allah
SWT.
4.
Pemasak (bumbu)
Bumbu
adalah lambang dari seluruh masyarakat Minangkabau. Oleh sebab itu, masyarakat
berfungsi menjalankan dan mempraktikkan aturan adat yang telah dibuat dan
disepakati bersama oleh pemimpin-pemimpin adat. (ETS)
0 komentar:
Posting Komentar